CATATAN SENJA


Kulihat langit, seperti biasa kutemukan senyum Ibu disana. Setiap kali aku rindu Ibu aku melihat langit. Kata orang, surga ada di langit. Surga adalah tempat tinggal Ibu, meski kami tak lagi hidup di alam yang sama, kurasa Ibu ada disampingku dan selalu mengawasiku setiap waktu. Terkadang aku merasa kecewa pada takdir yang terlalu cepat memisahkan kami. Ketika aku kecewa nasihat Ibu selalu terngiang “setiap makhluk hidup akan mati dan kehidupan yang sebenarnya itu dimulai sesudah kematian.”
Namaku Senja. Hari ini aku berulang tahun yang ke dua belas. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ibu pasti mendaratkan ciumannya di keningku. Kemudian Ibu mengusap ubun-ubunku seraya berdo’a, “ya Allah… jadikanlah Senja anak shalehah, semoga ia tumbuh menjadi seorang gadis yang kuat dan tabah dalam menghadapi segala macam cobaan”. Itulah kado terindah yang diberikan Ibu kepadaku. Lain halnya dengan Ayah, Ayah selalu membelikan boneka baru Barbie untukku lewat Pos.  Namun sayang, ciuman dan pelukannya tidak aku dapatkan.
“Ibu, kalau pelulusan nanti Senja ingin menjadi lulusan yang terbaik. Ibu mau ngasih apa?” Tanyaku pada Ibu.
“Apa yang Senja minta pasti Ibu kabulkan, selama Ibu masih mampu” Jawab Ibu sembari mengelus rambutku. “Katakan sayang, apa yang Senja inginkan?” Lanjut Ibu.
“Senja ingin dicium dan dipeluk Ayah!”
“Kenapa Senja menginginkan itu?” Jawab Ibu serak.
Mungkin Ibu bisa merasakan betapa aku merindukan kehangatan Ayah.
“Senja merasa terakhir kali dipeluk dan dicium Ayah saat Senja naik ke kelas 4. Sudah lama Ayah tidak mencium dan memeluk Senja”. Kulihat Ibu memalingkan wajahnya. Entah apa yang sedang Ibu pikirkan. Adzan maghrib berkumandang Ibu mengajakku untuk menghadap Sang Kuasa. “Mintalah kepada Tuhan apa yang Senja inginkan!” Ujar Ibu sebelum aku berwudhu’.
Besok pengumuman pelulusan. Aku tak sabar menunggu hari esok dan mendapatkan hadiah atas usahaku. Aku mencari Ibu untuk menanyakan perihal hadiah yang kuinginkan. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil aku menuju kamar Ibu. Pintu kamar Ibu terbuka sedikit dan kulihat Ibu tersedu di samping tempat tidur. Aku meminta izin untuk masuk.
“Ibu, kenapa nangis?” Tanyaku saat aku duduk disampingnya. Ibu memelukku, seraya berkata “Ibu tidak apa-apa sayang, Ibu cuma ingin nangis, Senja harus kuat ya”.
Aku mengangguk meski tidak memahami maksud perkataan Ibu. “Senja harus kuat ya…”. Kata-kata Ibu terngiang semakin jelas. Akupun larut dalam isakan tangis dan pelukan Ibu.
Hari ini adalah hari yang kuyakini untuk kembali mendapatkan kehangatan Ayah. Aku berangkat sekolah bersama Ibu. Kutanyakan pada Ibu, “mengapa Ayah tidak bersama kami?”. Ayah akan menyusul, hanya itu jawaban Ibu. Sesampainya di sekolah, kulihat semua teman-temanku datang bersama kedua orang tuanya. Jika ada yang menanyakan dimana Ayah, sambil tersenyum, aku menjawab sebentar lagi Ayah akan datang.
Pengumuman hasil pelulusan terbaik sudah dari tadi dimulai, dan aku dinobatkan sebagai terbaik pertama, tapi Ayah masih belum juga datang. Aku mulai cemas. Kulihat sikap Ibu sangat tenang, aku jadi tak tega membuyarkan ketenangan Ibu. Sebelum aku berjalan menuju panggung, Ibu memelukku, “ Ibu bangga pada Senja!”. Setelah penyerahan kenang-kenangan selesai aku kembali duduk disisi Ibu. Ibu kembali memeluk dan menciumku. Lalu Ibu berkata, “tadi Ayah sempat menelpon Ibu, sayang. Katanya Ayah harus keluar kota untuk mengurusi proyek, dan Ayah menitip salam untuk Senja. Ayah sangat menyayangi Senja”. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku sangat kecewa. Kecewa, karena ternyata Ayah lebih memilih mencintai pekerjaanya ketimbang aku.
***
Hari ini aku resmi menjadi siswa SMP favorit di kotaku. Aku menghabiskan waktu-waktu liburku di rumah bersama Ibu dan pastinya tanpa Ayah. Alasan Ayah kali ini keluar kota, meeting dengan beberapa kliennya. Dan mulai detik ini, aku ingin melupakan asaku untuk kembali mendapatkan kehangatan Ayah. Aku ingin menjalani hidup ini layaknya air yang mengalir di sungai, menerima semua yang memang digariskan oleh-Nya.
Dan sekarang, akupun harus kehilangan Ibu untuk selama-lamanya. Ibu meninggal saat hendak di larikan ke rumah sakit. Mobil yang di kendarai Ibu menabrak trotoar jalan dan Ibu terjungkal keluar. Mungkin semua ini adalah episode terakhir yang harus kujalani.
“Ibu… dengan siapa Senja akan berbagi kasih?” Ucapku lirih saat berada di Mobil jenazah.
Meskipun Ibu telah tiada, aku ingin membagi kebahagianku dengan Ibu, selain dengan do’a, cara yang kutahu hanyalah melihat langit dan menemukan senyummu disana, Ibu.   
***Kumpulan Cerpen Ahmad Fathoni Fauzan*** 
   

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "CATATAN SENJA"

Posting Komentar